Prabowo dan Jokowi Berselisih Pendapat Mengenai Kewenangan Presiden dalam Pilpres: Respon dan Kontroversi
Pernyataan Jokowi dianggap dapat merusak demokrasi dan negara hukum oleh beberapa pihak
Mahadaya' Jakarta - Kontroversi muncul ketika calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, memberikan tanggapannya terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai kewenangan presiden untuk memihak dan berkampanye dalam pemilihan presiden (pilpres). Dalam sebuah dialog bersama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Prabowo menegaskan pentingnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut. Namun, pandangan Prabowo tersebut tidak selaras dengan pemikiran Jokowi yang menyatakan bahwa presiden diperbolehkan memihak dan berkampanye selama tidak menggunakan fasilitas negara. Perbedaan pandangan ini memunculkan diskusi yang hangat dan kontroversi di tengah masyarakat.
Ketika ditanya mengenai pendapatnya terkait kewenangan presiden dalam pilpres, Prabowo Subianto menegaskan bahwa aturan terkait hal tersebut sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam sebuah acara dialog dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Jakarta, Prabowo menyatakan pentingnya bagi semua pihak untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan.
Namun, pandangan Prabowo ini berseberangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa presiden memiliki kewenangan untuk memihak dan berkampanye dalam pilpres, asalkan tidak menggunakan fasilitas negara. Pernyataan ini disampaikan oleh Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Kontroversi semakin memanas ketika Prabowo sendiri berada di lokasi dan terlihat menganggukkan kepala serta tersenyum sebagai tanggapan atas pernyataan Jokowi.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Meutya Hafid, menjelaskan bahwa pernyataan Jokowi sebenarnya bertujuan untuk menjelaskan aturan yang diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu), bukan sebagai deklarasi dukungan terhadap salah satu kandidat dalam Pilpres 2024.
Meskipun demikian, pernyataan Jokowi tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk partai politik dan masyarakat sipil. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai pernyataan Jokowi sebagai sikap berbahaya dan menyesatkan yang dapat merusak demokrasi dan negara hukum.
Menyikapi kontroversi ini, masyarakat pun mulai memperdebatkan tentang batasan kewenangan presiden dalam konteks pilpres, serta perlunya kejelasan dan kesepakatan bersama dalam menginterpretasikan aturan yang ada.
What's Your Reaction?