Mahkamah Konstitusi Pertahankan Syarat Usia Capres-Cawapres, Menolak Gugatan Uji Materi
MK menolak gugatan uji materi terkait syarat usia capres-cawapres, mempertahankan keberlakuan syarat minimal 40 tahun atau pernah menjabat melalui pemilihan umum
Mahadaya' Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memutuskan untuk menolak gugatan uji materi yang berupaya mengubah syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dalam pemilihan umum. Putusan ini merupakan respons terhadap Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 dan mempertahankan keberlakuan Putusan MK sebelumnya, yaitu Putusan 90/PUU-XXI/2023. Putusan ini mengukuhkan syarat usia minimal 40 tahun atau pernah/sedang menjabat dalam jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
Ketua MK, Suhartoyo, menyampaikan bahwa putusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan hakim berwenang mengadili permohonan tersebut dan memastikan bahwa pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Pihak MK juga menegaskan bahwa putusan sebelumnya telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dan bersifat mengikat. Sebagai hasilnya, upaya penggugat untuk mengubah syarat usia capres-cawapres ditolak.
Putusan ini bermula dari Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Brahma Aryana, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia. Dalam permohonannya, Brahma menginginkan MK menyatakan bahwa syarat usia capres-cawapres bisa di bawah 40 tahun asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, seperti gubernur atau wakil gubernur.
Sebelumnya, MK telah mengubah ketentuan syarat usia minimal capres-cawapres dari 40 tahun menjadi 40 tahun atau pernah/sedang menjabat jabatan yang diperoleh melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Keputusan ini menuai berbagai tanggapan dan kontroversi, terutama terkait dugaan kepentingan politik dalam mendukung partisipasi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo, dalam Pilpres 2024.
Meskipun beberapa pihak menyampaikan protes dan melaporkan dugaan pelanggaran kode etik, MK tetap mempertahankan putusannya dengan menegaskan keberlakuan dan kekuatan hukumnya. Putusan ini menjadi sorotan publik, mengingat peran MK yang sangat vital dalam menentukan regulasi dan aturan terkait pemilihan umum di Indonesia.
What's Your Reaction?