Dalam putusan banding yang dilansir oleh website PT Jakarta pada Kamis (7/12), majelis yang dipimpin oleh Herri Swantoro, Ketua PT Jakarta, menyatakan Lukas Enembe bersalah karena korupsi bersama-sama dan menerima gratifikasi. Putusan tersebut juga membebankan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Uang pengganti sebesar Rp 47.833.485.350 juga ditetapkan oleh majelis, dengan ancaman penyitaan dan lelang harta jika tidak dibayar dalam waktu satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Majelis banding juga mengembalikan aset yang sebelumnya disita di Jalan S Condronegoro, Jayapura Utara, kepada pemegang haknya, Rijanto Lakka.
Majelis menyatakan bahwa jumlah suap dan gratifikasi yang diterima Lukas Enembe lebih banyak daripada yang dihitung oleh pengadilan tingkat pertama. Oleh karena itu, hukuman yang lebih berat dianggap sebagai bentuk keadilan. Putusan tersebut mempengaruhi tidak hanya hukuman penjara, tetapi juga menetapkan kembalinya aset yang disita.
Kehidupan Lukas Enembe sendiri terus menjadi sorotan publik, baik sebagai tokoh politik maupun dalam konteks kasus hukum yang menimpanya. Berita ini merinci kronologi terkini dari kehidupan dan kasus hukumnya, mencerminkan kompleksitas perjalanan hukum yang dihadapinya.