Perjanjian Paris dan Perjalanan Menuju Netral Karbon: Agenda Penting di Konferensi Iklim COP28
Perjanjian Paris, yang mengikat 196 negara, menjadi sorotan di COP28 dengan fokus pada membatasi kenaikan suhu global menjadi 1,5 derajat Celsius
Mahadaya' Jakarta - Isi kesepakatan Perjanjian Paris kembali menjadi perhatian utama dalam perhelatan konferensi iklim COP28 yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab. Dengan fokus pada langkah-langkah konkret untuk menghadapi perubahan iklim, perjanjian ini mendapat sorotan karena mengikat 196 negara untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global menjadi 1,5 derajat Celsius pada tahun 2030.
Perjanjian Paris, yang diadopsi pada COP21 di Paris pada 2015, bukan hanya sekadar deklarasi niat. Dokumen ini resmi berlaku sejak November 2016 dan membangun fondasi bagi transformasi ekonomi dan sosial di berbagai negara. Salah satu tujuan utamanya adalah menjaga pemanasan global tetap di bawah batas 2 derajat Celsius dari tingkat pra-industri, dengan upaya maksimal untuk mencapai kenaikan suhu hanya 1,5 derajat Celsius.
Dalam lima tahun terakhir, para pemimpin dunia telah menekankan perlunya bertindak lebih cepat dan lebih ambisius. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB menyatakan bahwa melebihi batas 1,5 derajat Celsius berisiko menghadirkan dampak perubahan iklim yang lebih parah. Ini termasuk kekeringan yang lebih sering dan parah, gelombang panas, dan perubahan pola curah hujan.
Proses implementasi Perjanjian Paris melibatkan siklus lima tahun aksi iklim yang semakin ambisius. Negara-negara telah mengajukan rencana aksi iklim nasional, disebut sebagai kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC). Setiap NDC harus mencerminkan tingkat ambisi yang semakin tinggi dibandingkan versi sebelumnya, dan keputusan COP27 meminta peninjauan dan penguatan target tahun 2030 dalam NDC.
Konferensi iklim ini memberikan penekanan besar pada pendanaan iklim. Melibatkan investasi skala besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, pendanaan iklim juga merupakan kunci dalam membangun ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Perjanjian Paris menegaskan bahwa negara-negara maju harus memimpin dalam memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang lebih rentan.
Pentingnya transparansi juga tercermin dalam Perjanjian Paris. Dengan kerangka transparansi yang ditingkatkan (ETF), negara-negara melaporkan tindakan mereka secara transparan. ETF mencakup laporan tentang mitigasi perubahan iklim, langkah-langkah adaptasi, dan dukungan yang diberikan atau diterima. Ini memberikan dasar untuk menilai kemajuan kolektif dan memberikan rekomendasi bagi negara-negara untuk menetapkan rencana yang lebih ambisius.
Dengan upaya yang terus meningkat, Perjanjian Paris menjadi tonggak penting dalam memandu dunia menuju tujuan iklim jangka panjang. Meskipun tantangan masih besar, komitmen untuk mengatasi perubahan iklim dan membangun dunia yang lebih berkelanjutan terus menjadi fokus utama di COP28.
What's Your Reaction?