Penolakan Menandatangani Rekapitulasi Pilpres oleh Saksi PDIP Solo Membuka Diskusi Kecurangan
Instruksi dari DPP PDIP memaksa saksi untuk menolak menandatangani rekapitulasi Pilpres di Solo
Mahadaya' Jakarta - Sebuah kontroversi muncul di Solo karena seluruh saksi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak untuk menandatangani berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres 2024. Tindakan ini mengundang perhatian publik dan membuka diskusi luas tentang integritas pemilu dan dugaan kecurangan yang mungkin terjadi.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PDIP Solo, Her Suprabu, mengklarifikasi bahwa penolakan ini berdasarkan instruksi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP. Meskipun alasan konkret tidak dijelaskan oleh DPP, penolakan tersebut diyakini berkaitan dengan kecurigaan terhadap integritas pemilu.
"Saya tidak tahu alasannya. Yang pasti kami diinstruksikan, ada larangan (untuk menandatangani), jadi kami tidak menandatangani," kata Her.
Dalam instruksi tersebut, DPP PDIP juga meminta saksi untuk melaporkan segala bentuk ketidakberesan yang terjadi selama proses pemilu. Hal ini mencakup intimidasi, dugaan kecurangan, dan insiden lainnya dari tahap pendaftaran hingga pasca penghitungan suara.
Namun, penolakan tersebut bukanlah tanpa konsekuensi. Meskipun tidak mempengaruhi proses rekapitulasi penghitungan suara, PDIP dilarang untuk menandatangani hasil rekapitulasi Pilpres hingga tingkat Kota.
Kontroversi ini telah menarik perhatian masyarakat luas dan membuka ruang diskusi yang luas tentang integritas pemilu. Walaupun PDIP menegaskan bahwa penolakan mereka hanya terkait dengan Pilpres, banyak pihak menyoroti pentingnya memastikan transparansi dan kejujuran dalam setiap tahap pemilu.
Proses ini menunjukkan bahwa kecurangan dalam pemilu tetap menjadi isu yang harus diwaspadai, dan keberadaan saksi yang kritis dan proaktif seperti yang dilakukan oleh PDIP Solo, menjadi salah satu cara untuk memastikan integritas pemilu yang lebih baik di masa depan.
What's Your Reaction?