Indonesia Gugat Uni Eropa ke WTO Terkait Bea Masuk Baja Nirkarat
Uni Eropa menganggap praktik ini tidak adil, menuduh Indonesia mendapat subsidi dari China dan mengimpor produk tersebut ke Eropa
Mahadaya' Jakarta - Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas dengan mengajukan gugatan resmi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terhadap Uni Eropa. Gugatan ini berkaitan dengan pengenaan bea masuk antidumping pada baja nirkarat, khususnya pada produk lempeng baja canai dingin nirkarat (stainless steel cold-rolled flat/SSCRF).
Bara Krishna Hasibuan, Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional, mengonfirmasi bahwa ini adalah kasus ketiga Indonesia yang dibawa ke WTO. Uni Eropa sebelumnya memberlakukan bea masuk penyeimbang (BMP) atau countervailing duty terhadap SSCRF asal India dan Indonesia.
Menurut Bara Krishna Hasibuan, BMP yang dikenakan ke Indonesia mencapai 21 persen, sementara India dikenakan 7,5 persen. Sementara itu, Bea Masuk Antidumping (BMAD) yang dikenakan Uni Eropa berkisar antara 10,2 hingga 31,5 persen sejak tahun 2021.
Alasan di balik tindakan Uni Eropa ini adalah dugaan bahwa Indonesia menerima subsidi dari pemerintah China. Uni Eropa menganggap adanya praktik tidak adil, di mana China mendirikan pabrik baja di Indonesia yang diduga mendapatkan subsidi dari pemerintahnya.
Bara Krishna Hasibuan menjelaskan bahwa bagi Uni Eropa, ini dianggap sebagai praktik yang tidak adil, di mana mereka seolah-olah membeli produk dari China, tetapi pabriknya berada di Indonesia dan mendapat subsidi dari pemerintah China. Gugatan ini mencakup pertimbangan bahwa ekspor baja ke Eropa dari Indonesia mengalami peningkatan, dan dengan adanya BMP dan BMAD, potensi kerugian Indonesia diperkirakan mencapai 40 juta euro atau sekitar Rp569,1 miliar setiap tahun.
Dengan mengajukan gugatan ke WTO, Indonesia berharap untuk mendapatkan keadilan perdagangan dan membuktikan bahwa tindakan Uni Eropa tersebut tidaklah beralasan. Kasus ini mencerminkan upaya Indonesia dalam melindungi kepentingan ekonomi nasionalnya dan mempertahankan posisinya dalam perdagangan internasional.
Proses di WTO akan menjadi panggung di mana argumentasi hukum dan ekonomi akan saling bersaing untuk mencapai hasil yang menguntungkan. Seiring dengan itu, dunia internasional akan mengawasi perkembangan kasus ini dengan cermat untuk melihat bagaimana aturan perdagangan dunia diakui dan diterapkan dalam konteks konkret ini.
What's Your Reaction?