Kenaikan Pajak Hiburan Ancam Tutupnya Usaha Spa di Bali, Pebisnis Protes dan Desak Pemerintah Tinjau Kembali Kebijakan

Wakil Ketua PHRI Bali menilai spa seharusnya tidak termasuk dalam kategori hiburan yang dikenai pajak tinggi

Jan 8, 2024 - 22:27
 0
Kenaikan Pajak Hiburan Ancam Tutupnya Usaha Spa di Bali, Pebisnis Protes dan Desak Pemerintah Tinjau Kembali Kebijakan
PHRI Bali menyatakan para pengusaha spa di keberatan dengan adanya kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen.

Mahadaya' Jakarta - Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, mengungkapkan keprihatinan dan protes keras dari para pengusaha spa terkait rencana kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen. Kebijakan ini dapat mengancam kelangsungan bisnis spa di Pulau Dewata.

Menurut Suryawijaya, spa di Bali tidak seharusnya dianggap sebagai bisnis hiburan melainkan lebih berfokus pada kebugaran dan wellness. Ia membedakan antara layanan spa dengan tempat hiburan seperti karaoke, diskotek, atau tempat yang menjual minuman, yang memang seharusnya dikenakan tarif pajak hiburan yang lebih tinggi.

Ketidaksetujuan para pebisnis spa tidak hanya berkaitan dengan kategorisasi yang dianggap tidak tepat, tetapi juga dengan drastisnya lonjakan tarif pajak. Dari 15 persen menjadi 40 persen dianggap terlalu tinggi dan dapat merugikan bisnis spa yang baru saja pulih dari dampak pandemi COVID-19.

"Masa dari 15 persen sampai 40 persen? Ini kalau kenaikan, iya, pelan-pelan ojo kesusu. Jangan ngagetin usaha dan itu akan membunuh usaha. Kita kan baru recovery, baru sembuh dari 2,5 tahun pandemi Covid," ungkapnya.

Suryawijaya mengungkapkan keprihatinannya bahwa kebijakan ini dapat menyebabkan bangkrutnya bisnis spa. Dengan biaya operasional mencapai 60 persen dan pajak hiburan sebesar 40 persen, para pebisnis spa di Bali merasa sulit untuk bertahan dan berkembang.

PHRI mendesak pemerintah untuk meninjau ulang besaran tarif pajak hiburan tersebut agar bisnis spa dapat tetap berkembang dan tidak terpaksa tutup. Desakan ini muncul berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 7 Tahun 2023 yang menetapkan pajak hiburan spa sebesar 40 persen, sementara sektor lainnya dikenai tarif 10 persen. PHRI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut demi mendukung pemulihan ekonomi di sektor pariwisata.

Keputusan pemerintah terhadap permintaan revisi tarif pajak hiburan spa ini akan menjadi penentu kelangsungan hidup puluhan usaha spa di Bali dan dampaknya terhadap industri pariwisata di pulau ini. Pihak berwenang diharapkan segera merespons dan menjalin dialog dengan pemangku kepentingan untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.

 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow