Apa yang Terjadi Jika Negara-negara Arab Melakukan Embargo Minyak ke Israel dan AS? Dampaknya pada Pasokan Energi dan Ekonomi Global
Sejarah embargo minyak 1973 memberikan pembelajaran tentang bagaimana aksi semacam itu dapat mempengaruhi dinamika pasar energi global
Mahadaya' Jakarta - Presiden Iran, Ebrahim Raisi, memunculkan proposal mengejutkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Liga Arab dan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di Riyadh. Usulan tersebut adalah mengenai embargo pasokan minyak ke Israel, sebagai respons terhadap agresi yang terus dilakukan oleh Negeri Zionis di Jalur Gaza, Palestina.
Meskipun usulan ini mendapat penolakan dari beberapa negara yang hadir, seperti Mesir, Qatar, dan Yordania, pertanyaannya pun muncul, "Apa yang terjadi jika negara-negara Arab benar-benar menjalankan embargo minyak terhadap Israel dan mungkin juga terhadap Amerika Serikat (AS)?"
Ahli ekonomi Abra Talattov, Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, memberikan pandangan tentang kemungkinan dampak dari tindakan semacam itu. Salah satu efek utama yang dapat terjadi adalah kenaikan harga minyak mentah secara global. Jika negara-negara Arab melibatkan AS dalam embargo, hal ini dapat merangsang kenaikan harga minyak di pasar dunia. Kenaikan ini, pada gilirannya, akan dirasakan oleh negara-negara OKI dan dunia secara keseluruhan, terutama dalam bentuk kenaikan harga energi.
Talattov menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak mentah dapat mencetuskan lonjakan harga barang turunan industri manufaktur, mengingat minyak merupakan sumber energi utama dalam sektor ini. Industri manufaktur yang menggunakan minyak sebagai komponen utama dalam produksinya mungkin menghadapi tekanan biaya akibat kenaikan harga minyak.
Namun, dampak tidak berhenti di situ. Abra Talattov menyoroti bahwa kenaikan harga minyak bisa menular ke sektor pangan. Sejarah mencatat embargo minyak oleh negara-negara Arab anggota OPEC pada tahun 1973 yang menyebabkan krisis energi global dan lonjakan harga minyak hingga 75 persen. Jika skenario serupa terulang, maka dapat diperkirakan bahwa harga komoditas pangan juga akan terkena dampak kenaikan harga minyak, mempengaruhi konsumen di seluruh dunia.
Dalam konteks ini, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menambahkan bahwa embargo minyak dapat menciptakan ketidakstabilan pasar dan peningkatan permintaan di pasar spot. Jika Israel dan AS sulit mendapatkan pasokan melalui negosiasi langsung, mereka mungkin terpaksa mencari pasokan melalui pasar spot, yang bisa mengakibatkan peningkatan harga akibat tingginya permintaan.
Meskipun AS saat ini memiliki produksi minyak yang cukup besar, embargo bisa memberikan dampak signifikan pada Israel, yang bergantung pada impor minyak. Meskipun produksi minyak AS telah meningkat, dampak embargo pada harga dan pasokan tetap menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan.
Sejarah embargo minyak 1973 menyuguhkan pembelajaran berharga tentang bagaimana aksi semacam itu dapat mengubah dinamika pasar energi global. Pada saat itu, embargo yang dilakukan oleh negara-negara Arab menyebabkan penurunan pasokan minyak global sekitar 6 hingga 8 juta barel per hari, yang pada gilirannya merangsang kenaikan harga minyak. Oleh karena itu, dengan usulan embargo yang muncul dari Iran, risiko terulangnya krisis energi dunia tidak dapat diabaikan.
Penting untuk dicatat bahwa analisis ini bersifat spekulatif dan berdasarkan pada asumsi bahwa embargo minyak benar-benar diberlakukan. Faktor-faktor politik, diplomatik, dan ekonomi yang kompleks dapat mempengaruhi implementasi usulan tersebut, dan kondisi pasar minyak yang sangat dinamis juga akan memainkan peran kunci dalam menentukan dampak akhir dari skenario ini.
What's Your Reaction?